Puasa Arafah : Merawat Sunah Dan Spiritualitas

 


Puasa 'Arafah merupakan di antara satu ibadah yang disunahkan dalam agama Islam, khususnya bagi yang tidak berangkat haji. Puasa yang jatuh pada 9 Dzulhijjah ini mengingatkan tentang perjuangan para jama’ah haji yang sedang mengikuti prosesi wuquf di 'Arafah, sebuah rukun haji yang menjadi moment paling sakral dan turut menentukan sah tidaknya seseorang dalam menjalani haji penting. Wuquf di ’Arafah diidentifikasi semacam momen paling signifikan dari keseluruhan proses haji, di mana jamaah berkumpul dan berdoa memohon ampunan serta hidayah dari Allah SWT. Bagi umat Muslim yang tidak berhaji, puasa 'Arafah menjadi cara untuk turut merasakan spiritualitas dan berkah dari hari yang agung.

Historisitas shaum ’Arafah ini mempunyai sandaran yang sangat kuat dalam sejarah lahirnya tradisi kebudayaan Islam. Melalui hadis-hadis sahih dan praktik Rasulullah SAW, puasa 'Arafah menjadi salah satu sunnah yang perlu dilestarikan. Hal ini dicontohkan oleh para sahabat dan generasi berikutnya, menunjukkan bahwa puasa ini memiliki dasar yang kuat dalam praktik keagamaan awal Islam. Imam Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan bahwa shaum ’Arafah merupakan sunah yang sangat produktif dalam urusan penghargaan berupa pahala yang dijanjikan.  Seiring berjalannya waktu, puasa Arafah diterima luas oleh berbagai mazhab dalam Islam. Baik Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, maupun Hanbali, semuanya sepakat tentang keutamaan dan disyariatkannya puasa 'Arafah. Praktik ini menjadi bagian dari tradisi ibadah yang dipelihara hingga kini.

Rasulullah SAW bersabda tentang keutamaan puasa 'Arafah: ”Puasa ’Arafah itu dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang” (H.R. Imam Muslim). Melalui puasa ’Arafah, kaum muslimin dan muslimat sedang berikhitar untuk meminimalisir dosa-dosanya sekaligus mendekatkan pada Sang Pencipta. Pengampunan dosa yang dijanjikan Allah SWT melalui puasa 'Arafah dapat menjadi motivasi spiritual yang kuat bagi peningkatan mutu ketaqwaan dan amal shalih. Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan puasa Arafah dan betapa pentingnya hari tersebut dalam kalender Islam. Para ulama sepakat bahwa shaum ’Arafah mengandung ibadah strategis karena memiliki dimensi amaliyah yang hasanah. Syeikh An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu' menjelaskan bahwa shaum ’Arafah sangat direkomendasikan bagi kaum muslimin yang tidak berangkat haji. Menurutnya, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menunjukkan betapa besar pahala yang didapatkan dari puasa ini. Ibn Qudamah dalam Al-Mughni juga menyebutkan keutamaan puasa 'Arafah dan menekankan bahwa puasa ini disunnahkan bagi mereka yang tidak melakukan wukuf di 'Arafah. Hal ini didasarkan pada hadis-hadis shahih yang menyebutkan keutamaannya. Menyepakati pada kedua ulama tersebut, Imam As-Suyuti membahas bahwa puasa pada hari 'Arafah adalah salah satu dari puasa sunah yang memiliki keutamaan dalam Islam. Keberadannya tidak hanya sekedar menghapus dosa-dosa kecil tetapi juga memiliki pengaruh spiritual yang besar bagi yang melaksanakannya.

Puasa 'Arafah bukan hanya ibadah yang memberikan pahala besar, tetapi juga sarana efektif dalam meningkatkan etos spiritualitas yang mengarah pada pembentukan akhlakul karimah. Pengaruh puasa 'Arafah terhadap nilai-nilai spiritualitas yang berimplikasi pada pendidikan karakter pelakunya. Melalui  shaum ’Arafah, sebagaimana praktik shaum lainnya, mengajarkan sifat kesabaran. Meninggalkan konsumsi selama sehari penuh dan tidak berbuat hal-hal yang membatalkan puasa membutuhkan kesabaran sepenuhnya. Kesabaran ini menjadi salah satu variabel utama dalam menghadapi berbagai problem kehidupan sehari-hari. Selain pembiasaan kesabaran,  menjalankan puasa pada waktu yang telah ditentukan menunjukkan kedisiplinan. Disiplin dalam berpuasa dapat tercermin dalam aspek kehidupan lainnya, seperti disiplin dalam bekerja, belajar, dan menjalankan tugas-tugas lainnya. Melalui ikhitar penjiwaan terhadap proses menahan lapar dan dahaga, tentu dapat menumbuhkan rasa empati terhadap sesama, terutama terhadap mereka yang kurang beruntung dan sering kali merasakan kelaparan. Dengan merasakan sendiri rasa lapar, orang dapat menyelami penderitaan sesama manusia dan mudah tergerak secara mudah untuk peduli pada komunitas.

Menjalankan puasa ’Arafah karena niat ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah SWT memperkuat keimanan dan ketaqwaan. Keimanan yang kuat adalah fondasi utama dalam pembentukan karakter yang baik. Seorang yang taat beragama cenderung memiliki integritas dan moralitas yang tinggi. Oleh karena itu waktu yang digunakan untuk berpuasa mendorong orang untuk merenung dan meningkatkan kesadaran diri. Melalui ibadah ini, seseorang diajak untuk introspeksi, mengevaluasi diri menuju sosok manusia yang berperikemanusiaan. Kesadaran ini menjadi penting dalam pendidikan karakter karena akan membantu individu mengenali kelemahan dan potensi dirinya. Semoga kita diberikan kekuatan melaksnakan shaum ’Arafah tahun 1445 Hijriyah ini dengan ihlas dan hanya mengharapkan ridha Allah. Amin. Wallahu a’lamu bisshawab.

Post a Comment

0 Comments