Berdasarkan Keputusan Presiden, Nomor 24 Tahun 2016, tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai sebagai Hari Lahir Pancasila. Hingga saat ini, usia Pancasila telah mencapai usia yang ke 79 tahun. Pada peringatan tahun 2024 ini, pemerintah menentukan tema, yaitu Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045. Pilihan tema tersebut sangat strategis karena persatuan bangsa merupakan isu yang senantiasa menarik untuk dikaji di tengah-tengah dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama bila dikaitkan dengan pasca pemilihan presiden, pemilihan legislatif pada Februari 2024 dan rencana pemilihan kepala daerah pada akhir tahun 2024. Begitu juga dengan diksi Indonesia emas. Telaah tentang Indonesia emas selalu bersinggungan dengan bayang-bayang bonus demografi dan eksistensi Generasi Z.
Dalam sejarah Pendidikan nasional, mata pelajaran yang fokus pada pemahaman Pancasila di negara kita mengalami berbagai perubahan numenklatur. Pada Masa Orde Baru, pelajaran ini bernama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sebagaimana diamanatkan pada Kurikulum 1975 dan 1984. Pada Kurikulum 1994, mata pelajaran PMP beralih nama menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Melalui semangat perubahan yang menggebu-gebu yang cenderung kontra rezim Orde Baru, pada masa reformasi mata pelajaran tersebut mengalami perubahan numenklatur signifikan. Pada Kurikulum 2004 yang dikenal dengan sebutan Kurikulum berbasis Kompetensi, mata pelajaran PPKn berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Pada kurikulum 2006 yang dikenal dengan Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), numenklatur pelajaran juga tetap PKn. Belajar dari pengalaman minimnya pemahaman dan penjiwaan peserta didik pada Pancasila, selanjutnya terdapat perubahan lagi para kurikulum baru 2013, dengan nama mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Seiring dengan pengembangan kurikulum merdeka dan merdeka belajar, numenklatur mata pelajaran juga mengalami perubahan menjadi Pendidikan Pancasila. Melihat urgensi Pancasila dalam menentukan masa depan identitas bangsa, struktur kurikulum memberikan ruang terhadap potensi daerah melalui muatan lokal yang salah satunya berupa pengintegrasian ke dalam tema proyek penguatan profil pelajar Pancasila, yang dikenal dengan sebutan P5. Agar capaiannya sesuai dengan harapan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) menggandeng Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam proses finalisasi draf Capaian Pembelajaran (CP) dan Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) Pendidikan Pancasila.
Sejalan dengan globalisasi yang dibarengi dengan disrupsi, Pancasila yang menjadi salah satu pilar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengalami pergeseran pemahaman dan pengalamannya, terutama di kalangan generasi muda, wa bil khusus Generasi Z. Hal tersebut dibuktikan oleh pemberitaan harian Harian Umum Republika, edisi 23 Mei 2023 yang mempublikasikan hasil riset tentang kondisi toleransi siswa SMA. Riset yang diinisiasi oleh Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) merilis hasil survey kondisi toleransi siswa sekolah menengah atas (SMA). Salah satu hasilnya menunjukkan, sebanyak 83,3 persen siswa SMA responden mendukung persepsi Pancasila bukan ideologi yang permanen atau dengan kata lain bisa diganti. Temuan ini tentu mengagetkan publik terutama bagi kalangan dunia pendidikan. Seirama dengan temuan di atas, hasil survey Litbang harian Kompas dan Pusat Studi Kebangsaan Indonesia (PSKI) 2022 sebagaimana dilansir pada website Kementerian Koordinator Pembangunan Bidang Manusia Dan Kebudayaan Republik Indonesia (6 oktober 2023) ditemukan data bahwa hanya sekitar 28,6% siswa memahami Pancasila di ruang kelas, sementara terdapat 21,7% siswa memahaminya dari media sosial.
Selain mengagetkan, temuan tersebut tentu sangat menyedihkan bagi bangsa kita, terutama bila dikaitkan dengan keberlangsungan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia. Kondisi ini dapat berpengaruh secara signifikan terhadap eksistensi dan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengapa pemahaman Generasi Z terhadap Pancasila tergolong rendah? Tentu banyak faktor yang mempengaruhinya. Beberapa faktor internal yang menyebabkan rendahnya pemahaman Generasi Z terhadap Pancasila, di antaranya minat dan motivasi belajar yang cenderung kurang antusias dalam mempelajari Pancasila, yang dianggap kurang menarik relevan dengan kehidupan nyata. Selain itu dapat juga dipengaruhi oleh potensi kecerdasan emosionalnya, terutama dalam memahami nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan yang terkandung dalam Pancasila. Selain kedua faktor tersebut, dapat juga dipengaruhi oleh budaya kemandirian dalam belajar, tingkat kemampuan berpikir kritis serta gaya belajar Generasi Z yang cenderung memiliki ketergantungan dengan platform teknologi informasi. Memahami faktor-faktor internal ini penting untuk merancang strategi pendidikan Pancasila yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan Generasi Z sehingga mereka memiliki minat dalam memahami dan menghayati dan mengamalkan Pancasila.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi rendahnya pemahaman Generasi Z terhadap Pancasila mencakup berbagai aspek dari lingkungan dan kondisi di luar diri mereka sendiri. Beberapa faktor eksternal yang dapat dipetakan meliputi faktor lingkungan keluarga, di mana terdapat kecenderungan peningkatan angka ketidakharmonisan keluarga yang ditandai dengan maraknya perceraian, perselingkuhan maupun tindakan amoral lainnya yang menimpa para orang tua di zaman sekarang. Menurut laporan Statistik Indonesia, sepanjang 2023 terdapat 463.654 kasus perceraian di Indonesia, yang disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran, kekerasan dalam rumah tangga, dan berbagai kasus lain, termasuk masalah perekonomian keluarga. Pertemanan sesama Generasi Z juga teman sebaya juga berpengaruh terhadap pemahaman dan pengamalan Pancasila, di mana pertemanan tidak hanya secara fisik namun juga pertemanan di dunia maya yang tidak terbatas ragamnya. Faktor yang sangat menonjol juga akibat masifnya kemajuan media dan teknologi. Pengaruh media massa dan media sosial, dapat mempengaruhi pandangan dan pemahaman Generasi Z, apalagi konten yang berisi aliran pemikiran dan aliran keagamaan tersajikan secara terbuka, sangat beragam dan tak terbatas, tentu sangat berpengaruh cara berfikir dan cara pandang Generasi Z serta berpeluang mengaburkan pemahamannya terhadap Pancasila.
Untuk menyelesaikan problematika minimnya pemahaman Pancasila pada Generasi Z, kita tidak dapat melemparkan kesalahan pada salah satu atau beberapa pihak tertentu, melainkan perlu dianalisis dalam berbagai perspektif secara bijaksana. Setidaknya pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin untuk menanamkan ideologi Pancasila pada seluruh generasi bangsa melalui berbagai strategi, di antaranya melalui lembaga pendidikan. Pemerintah tidak hanya memfasilitasi pembelajaran Pancasila dalam sebuah struktur kurikulum pada pendidikan formal sebagaimana yang penulis uraikan di atas. Selain itu, pemerintah juga memfasilitasi penyediaan Sumber Daya Manusia, khususnya guru dan calon guru melalui Program studi Pendidikan Kewarganegaraan pada Fakultas Keguruan yang tersebar pada universitas negeri dan swasta di Indonesia. Untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan Pancasila tentu tidak saja mengandalkan dari jalur pendidikan, namun juga bidang lain yang perkembangannya sangat cepat. Pendekatan yang inovatif dan relevan dengan kebutuhan serta minat mereka perlu selalu dimutakhirkan. Pemanfaatan berbagai platform digital dan media sosial untuk mendiseminasikan Pancasila melalui konten yang menarik seperti video pendek, infografis, film, musik, meme, dan podcast dapat menjadi salah satu alternatif yang sesuai dengan jiwa Generasi Z. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran para orang tua, pendidik, tokoh masyarakat, tokoh agama dan para influencer dalam memberikan teladan yang nyata, sehingga Generasi Z dapat menirunya secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai ikhtiar tersebut mesti diupayakan secara kolaboratif oleh berbagai pihak, mulai dari lembaga pendidikan, keluarga, pemerintah, penyedia jasa platform digital, dan masyarakat luas, untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan Pancasila bagi Generasi Z secara holistik, integratif, aplikatif dan dan kontekstual.[]
0 Comments