Sejak awal Mei 2024, sebagian masyarakat Muslim Indonesia disibukkan oleh penyelenggaraan walimatussafar. Walimatussafar merupakan salah satu budaya Muslim Indonesia yang melibatkan serangkaian kegiatan tasyakuran oleh calon haji beberapa hari sebelum berangkat ke tanah suci.
Dalam pelaksanaannya, walimatussafar bisa berbeda-beda tergantung daerah dan kebiasaan setempat, tetapi secara umum inti dari budaya ini adalah berkumpul, berdoa bersama, dan saling mendoakan agar perjalanan calon haji berlangsung secara lancar, nyaman, aman dan sepulangnya mendapatkan predikat haji mabrur. Untuk menambah syiar kegiatan tersebut biasanya calon haji mengundang mengundang keluarga, kerabat, tetangga, dan sahabatnya. Dalam kesempatan tersebut calon haji menyampaikan permohonan doa restu dari para hadirin sekaligus menyampaikan permohonan maaf atas segala kekhilafan dan kekurangannya selama bergaul dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini ditempuh untuk mendapatkan keikhlasan dari yang hadir agar seluruh proses ibadah hajinya dapat terlaksana secara sempurna. Sebagai sebuah tradisi yang melekat di tengah-tengah Masyarakat islam, walimatussafar juga sangat kental sebagai sarana membangun dan mempererat tali silaturahmi antar sesama Muslim. Sebagai bentuk solidaritas sesama, calon haji juga memanfaatkan moment tersebut untuk menyampaikan salam perpisahan kepada keluarga, teman, dan tetangga serta menitipkan keluarganya pada warga sekitar selama melaksanakan rukun Islam ke 5 dalam waktu yang agak lama, kisaran 1 bulan lebih bagi haji regular.
Dalam alur seremonialnya, biasanya tuan rumah juga mengundang salah satu tokoh agama yang diberikan tugas untuk memberikan nasihat sekaligus memimpin doa walimatussafar. Tokoh yang diundang pada umumnya adalah sosok yang ahli agama sekaligus telah berpengalaman dalam menjalanakan ibadah haji. Nuansa ceramah dan pemberian mauidhah hasanah sangat kental sebagai sarana untuk memberikan motivasi pada yang berangkat haji maupun hadirin yang belum berkesempatan berangkat haji. DI akhir acara, tentu tuan rumah akan membagikan sedekah pada yang hadir, sebagai bentuk penghormatan atas kepedulian meluangkan waktu untuk menghadiri walimatussafar. Sedekah dapat berupa jamuan makan atau barang konsumsi atau bingkisan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah didapatkannya. Budaya yang luhur tersebut bertujuan mulia dalam rangka mempersiapkan calon haji memiliki kesiapan mental, spiritual, dan sosial, sehingga mereka dapat menjalankan ibadah haji dengan khusyuk dan hanya karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Mencermati berbagai nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut, maka bagi kita yang mendapatkan undangan walimatussafar, perlu memberikan apresiasi dan mensupportnya dengan cara merespon undangan tersebut secara positif. Di era teknologi informasi, kita dapat memberikan konfirmasi kepada calon haji, baik secara langsung melalui telepon, atau pesan singkat. Konfirmasi ini tentu akan dapat membahagiakan tuan rumah dan berdampak positif secara psikologis. Tentu saja calon haji akan semakin behagia Ketika kita dapat menghadiri acaranya sesuai dengan waktu dan tempat yang tertera dalam undangan. Kehadiran kita dan tetangga sekitar sangat berharga bagi calon haji dan keluarganya. Kehadiran kita juga mengandung spirit yang dapat menjadi magnet agat kiat dan hadirin yang belum pernah berangkat haji mendapatkan luberan barakahnya sehingga suatu saat nanti turut berkesempatan menunaikan ibadah haji. Jika memungkinkan, kita juga dapat membawa hadiah atau bingkisan sebagai tanda dukungan dan kebahagiaan atas keberangkatan calon haji. Ini bisa berupa barang habis pakai atau uang semampunya. Dengan melakukan hal-hal tersebut, tetangga dapat memberikan dukungan yang signifikan kepada calon haji, membantu mempererat hubungan sosial, dan menunjukkan rasa kebersamaan dalam komunitas masyarakat. Berdasarkan keterangan di atas, sebenarnya acara walimatussafar tidak hanya sekedar tradisi baik bagi umat Muslim sebelum berangkat haji namun juga bermanfaat bagi orang lain yang belum haji, terutama sebagai sarana motivasi beragama. yang terpenting budaya tersebut diselenggarakan secara wajar serta tidak berlebih-lebihan yang berpotensi memberatkan calon jama'ah haji. Bila tidak wajar penyelenggaraannya juga dapat berubah menjadi perilaku riya.[]
0 Comments